Minggu, 26 Mei 2013

DOKTER PENGANGGURAN



Dari dulu sampai sekarang profesi sebagai dokter sangat diminati oleh para calon-calon mahasiswa. Mereka berbondong-bondong mengikuti seleksi masuk fakultas - fakultas kedokteran unggulan di negeri ini. Mengorbankan apapun demi masuk ke fakultas kedokteran. Pertanyaannya adalah, apa yang mereka cari? Sebagian menjawab, “setelah nanti lulus dan menjadi dokter, saya ingin hidup berkecukupan dan mapan”, sebagiannya lagi menjawab, “saya ingin mengabdikan hidup saya untuk bangsa ini”, dan banyak lagi argumen-argumen yang lain. 
Kesempatan seperti ini tidak semua orang bisa merasakannya.
Periode yang terlalu berharga untuk disia-siakan.

Argumen - argumen itu memang benar adanya, tapi tidak sepenuhnya. Di jaman sekarang, utamanya di kota-kota besar, fakta yang terjadi malah sebaliknya. Banyak lulusan dokter yang tidak mau ditempatkan di daerah – daerah. Padahal sebenernya banyak desa – desa terpencil yang sangat membutuhkan tenaga kesehatan. Lalu banyak juga lulusan pendidikan dokter yang malah menjadi pengangguran terselubung. Apa sebabnya? Jawabannya adalah kurangnya pengabdian, memang kebanyakam mahasiswa fakultas kedokteran tidak mau bila harus ditempatkan di daerah-daerah. Para lulusan dokter berlomba -  lomba ingin eksis di kota-kota besar. Akibatnya, kompetisi di kota besar semakin ketat. Hukum rimba seakan berlaku, yang kuat dialah yang menang. Para dokter yang punya bekal akademik dan softskill yang cukup bisa eksis dan hidup mapan di kota-kota besar. Sedangkan lulusan dokter yang kalah saing, ada yang bekerja di klinik-klinik atau malah menjadi pengangguran terselubung. 

Fakta ini semakin telihat jelas ketika kebijakan dokter PTT tidak diwajibkan. Seblumnya dokter yang akan memiliki izin praktik harus menjadin dokter PTT di daerah. Tapi sekarang dokter bisa mendapatkan surat tanda registrasi ke Departemen Kesehatan. Dengan surat tersebut, mereka bisa bekerja di rumah sakit atau di klinik. Kebijakan ini mempunyai nilai plus dan minus, nilai positifnya para dokter bisa langsung mengabdikan diri atau melanjutkan studi ke spesialis tanpa harus PTT lebih dulu, tetapi negatifnya proses pemerataan tenaga kesehatan di Indonesia semakin menurun progressnya.

Faktor lain yang secara tidak langsung ikut berkontribusi dalam memunculkan fenomena ini adalah jumlah mahasiswa kedokteran dalam satu angkatan semakin banyak. Terutama fakultas kedokteran unggulan yang berada di kota-kota besar. Sekali wisuda, fakultas bisa meluluskan lebih dari 200 dokter. Dan semua lulusan dokter itu kebanyakan terkonsentrasi di kota tempat fakultas itu berada. 

Memang tenaga dokter di Indonesia belum mencukupi, sehingga banyak fakultas kedokteran yang menambah jumlah kursi tiap tahunnya. Tapi percuma saja kalau lulusannya tidak mau ditempatkan di daerah. Maka dari itu, solusi yang mungkin bisa dipertimbangkan adalah mendirikan fakultas-fakultas kedokteran di daerah-daerah, utamanya di daerah yang kurang tenaga medisnya. Dengan begitu, mahasiswa yang bergabung di fakultas-fakultas tersebut adalah putra daerah. Sehingga putra-putra daerah itu tentunya tidak akan keberatan jika harus bekerja dan memajukan daerah mereka sendiri. 

Tentu fakultas - fakultas kedokteran di daerah – daerah tersebut harus bagus kuliatasnya. Paling tidak setara dengan fakultas – fakultas yang ada di kota besar. Sehingga lulusan – lulusannya bisa mengabdikan diri dengan baik di daerah tersebut. Selain itu tenaga medis yang kompeten juga akan membantu meningkatkan kualitas pembangunan di daerah – daerah.  

Dengan cara itu, fakultas - fakultas kedokteran yang berada di kota besar tidak perlu menambah jumlah kursi mereka. Sisi positifnya, perkuliahan dan koordinasi mahasiswa akan lebih mudah. Kelompok yang anggotanya lebih sedikit akan lebih efektif daripada kelompok dengan banyak anggota. Selain itu eksklusifitas fakultas kedokteran juga akan tetap terjaga. Lulusan – lulusannya juga akan lebih tejamin kualitasnya. 
 
Karya pertama seorang mahasiswa kedokteran semester 1
Dibuat untuk menggugurkan kewajiban saat itu.
17 September 2012
-rs zharfan-

2 komentar: